URGENSI KESEHATAN
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Hadits
Dosen
Pengampu : H. Fakhrur Rozi, M.Ag.
Disusun oleh :
Suciani Purwaningrum (103711026)
Lulu Hidayati
(103711031)
Ulfatin Nadhiroh
(103711035)
Danti Novita (113211047)
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
URGENSI KESEHATAN
I.
PENDAHULUAN
Nikmatnya kesehatan
merupakan karunia Allah SWT yang sangat luhur dan patut kita syukuri. Keagungan
nikmat itu tidak dapat mungkin diganti dengan segala macam materi duniawi, baik
harta maupun benda lainnya. Sebagai karunia Allah SWT, kesehatan harus
senantiasa kita jaga dengan baik dan diusahakan agar kehidupan kita disertai
dengan kesehatan baik fisik ataupun materi.
Agama Islam
sangat memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan
pembentukan manusia yang ideal. Manusia muslim yang ideal adalah mereka yang
memiliki kesehatan jasmani yang prima, demikian juga kesehatan rohaninya.
Sebagaimana
begitu pentingnya kesehatan bagi kita, oleh karena itu kita perlu merawat dan
menjaga tubuh kita agar tetap sehat. Dalam makalah ini kita akan memaparkan
betapa pentingnya kesehatan dan hal-hal yang penting dalam menjaga kesehatan
badan sesuai apa yang terdapat dalam ajaran Islam.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa
pengertian kesehatan ?
B.
Apa
urgensi kesehatan ?
C.
Bagaimana hadits Abu Hurairah tentang mukmin
yang kuat lebih baik daripada mukmin yang lemah ?
D.
Bagaimana hadits tentang macam-macam fitrah manusia?
E.
Bagaimana hadits tentang perintah bersiwak?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kesehatan
Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No.9 tahun 1990, Bab 1
pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan ( jasmani), rohani
(mental), dan sosial serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan
kelemahan. Tetapi dalam UU No.23 tahun 1992 kesehatan mencakup 4 aspek yakni
fisik, mental (jiwa), sosial dan ekonomi.
Pada tahun 1947, “World Health Organization”
mencoba untuk menggambarkan kesehatan secara luas tidak hanya meliputi aspek
medis tetapi juga aspek mental dan sosial. Kesehatan diartikan Keadaan (status)
sehat secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan
fisik yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sedangkan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 memformulasikan
kesehatan itu dimaksudkan sebagai “ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial
yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan
mengamalkan tuntunan-Nya dan memelihara serta mengembangkannya.” Dalam
perspektif Islam, tuntunan kesehatan dalam ketiga aspek tersebut memang cukup
banyak. Selain kesehatan fisik, kesehatan ruhaniah amat penting.[1]
B.
Urgensi kesehatan
Ajaran Islam
menekankan kepada umatnya betapa penting arti kesehatan dalam hidup. Tuntutan
ajaran Islam amat kaya dengan kesehatan. Dengan kesehatan akan melahirkan
mobilitas dan dapat melakukan berbagai aktifitas. Dalam konteks ini, terlihat
betapa urgennya memelihara kesehatan dalam Islam.
. . . .اِنَّ اللهَ يُحِبَّ التَّوَّابِيْن
وَيُحِبُّ المُتَطَهِّرِيْنَ (۲۲۲)
Artinya :“…Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”(QS.
Al-Baqarah : 222).
Dalam ayat ini
terdeskripsi betapa sifat manusia yang sangat dicintai Allah adalah orang yang
menjaga kebersihan. Kebersihan dalam ayat ini beriringan dengan taubat. Taubat
sangat inherent dengan kesehatan mental, sedangkan kesehatan lahiriah
menghasilkan kesehatan fisik. Dalam hadits yang yang amat lazim diungkapkan
tentang kebersihan berbunyi : “An-nadzafatu minal iman” (kebersihan
sebagian dari iman).
Secara tematis,
dapat diformulasikan beberapa aspek kesehatan yang secara tegas amat penting
diperhatikan oleh seorang Muslim, terutama yang berkaitan dengan kesehatan
fisik. [2]
C.
Hadits
tentang mukmin yang kuat lebih baik daripada mukmin yang lemah
صحيح مسلم -
(ج 13 / ص 142)
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالََالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ
الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي
كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى
مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ
فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ
اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Dari abi Hurairah ia berkata, Rasulullah
bersabda:” mukmin yang kuat lebih disayang oleh Allah SWT dari mukmin yang
lemah dan masing-masing ada keutamaannya; dan hati-hatilah kamu untuk
kemanfaatan dirimu dan mintalah pertolongan Allah SWT dan janganlah berputs
asa, dan kalau kamu mendapat cobaan janganlah berkata kalau aku berbuat
tentulah begini begitu tetapi katakanlah ini hnya takdir dari Allah SWT dan
berbuat apa yang dikehendaki-Nya,karena kalimat “kalau” membuka pintu bagi
“syaitan”.( HR. Imam Muslim )
Kata (احرص) berarti berhati-hatilah, maksudnya kita hendakya berhati-hati
dalam melakukan sesuatu atuapun beraktivitas, karena orang yang berhati-hati
dalam menjaga fisik ataupun mentalnya akan memberikan manfaatbagi kesehatan
pribadi.
Kata (ولانعجز ) berarti janganlah berputus asa, maksudnya kita dianjurkan
untuk menjadi orang yang kuat, akan ketahanan (kesehatan) jasmani dan rohani.
Manusia yang tidak cepat putus asa yaitu manusia yang tahan akan cobaan atau
penyakit yang ia derita karena untuk menegakkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran.[3]
Dari
hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Allah lebih suka terhadap mukmin
yang kuat (rohani dan jasadnya) dari pada mukmin yang lemah. Dan kita juga
dapat melihat perbedaanya jika diantara mereka tertimpa musibah, maka mukmin
yang kuat akan tetap bersyukur dan menghadapinya dengan ikhlas. Berbeda dengan
mukmin yang lemah, mereka akan berkeluh kesah dan berandai-andai. Disinilah
perangkap setan dilancarkan untuk mendorong mukmin yang lemah untuk mengkufuri
nikmat Allah SWT.
D.
Hadits
tentang macam-macam fitrah manusia
Fitrah menurut
arti bahasa berarti tradisi lama (as-sunnah al qadimah) dan pembawaan
sejak lahir (al khilqah al-mutada’ah). Kata fitrah yang diartikan
demikian dapat dilihat dalam firman Allah SWT “ pencipta langit dan bumi.”
Sunnah-sunnah
fitrah adalah aturan-aturan yang telah Allah SWT pilihkan oleh para nabi-Nya,
kemudian Dia perintahkan kita untuk mengikutinya dan menjadikannya sebagai
syi’ar yang banyak terjadi sehingga dapat menjadi tanda pengenal pengikut
mereka yang memebedakan mereka dengan yang lain.
Sunnah fitrah dijelaskan oleh Rasulullah SAW
dalam sejumlah hadits, diantaranya :[4]
صحيح البخاري - (ج 18 / ص 248)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْفِطْرَةُ خَمْسٌ
الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ
وَنَتْفُ الْآبَاطِ
Dari Abu
Hurairah ra, saya mendengar Nabi SAW. Bersabda: "Fitrah itu ada lima,
khitan, memotong rambut di bawah perut, mencukur kumis, memotong kuku dan
mencabut bulu ketiak".
Macam-macam
fitrah berdasarkan hadits diatas ada
lima, yaitu :
1.
Khitan
Menurut bahasa, khitan berasal dari kata khatana,
yang berarti “ khitan bagi laki-laki, sedang bagi perempuan adalah khifadh.[5]
Khitan adalah memotong kelebihan yang ada pada organ seks, seperti kulit
yang menutupi pucuk kemaluan laki-laki, atau kelebihan yang muncul dari
kelentit perempuan, sehingga kedua alat kelamin tersebut bisa bersih dari bekas
air seni
Rasulullah SAW dalam hadits ini telah mewasiati
( mewajibkan) kita melakukan khitan, dan juga dalam hadits yang lain seperti
sabda Nabi SAW: khitan adalah kesunnahan bagi laki-laki dan kemuliaan bagi
perempuan.( Imam Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kubra,7112,7113 dan Fath
Al-Bariy10/1353).
Dengan demikian, khitan adalah tradisi kaum
muslimin yang dianggap wajib oleh mayoritas ulama. Ulama Syafi’iyah mengsunnahkan
pelaksanaanya pada hari ketujuh kelahiran bayi. Menurut mazhab Hanafi, khitan
bagi laki-laki hukumnya adalah sunnah. Para pengikut Imam Malik juga memandang
bahwa khitan untuk laki-laki hukumnya adalah sunnah.[6]
Ada
tiga faktor yang menentukan kepentingan khitan dalam Islam. Yakni untuk
membedakan orang islam dengan orang Kristen dan orang kafir lain. Selanjutnya
khitan adalah untuk kebersihan, karena kulup atau kelentit dipotong. Ketiga,
dari segi kelamin khitan membantu manusia untuk mengendalikan nafsu.
Sesungguhnya menurut pendapat orang banyak bahwa khitan itu adalah upacara yang
perlu. Terutama bagi orang yang menganut Islam yang tadinya belum. Jadi akan
menjadi tanda dan bukti masuk Islam(diislamkan). Dari segi kebersihan karena
kulup dan kelentit dipotong tercegah terkumpulnya kotoran. Karena terbuka maka
mudahlah tercapai kebersihan yang jadi syarat ibadah. Sabda Nabi dalam salah
satu hadisnya mengatakan “Ibadah hanya boleh dikerjakan dalam keadaan suci”.[7]
2.
Istihdad
Istihdad adalah
mencukur bulu kemaluan. Nabi SAW telah memerintahkan kita mencukur bulu
kemaluan dan menganggapnya sebagai perilaku yang baik. Nabi SAW juga telah
memberikan batasan waktu maksimal (paling lama) bagi pencukuran bulu rambut,
dimana seseorang tidak diperkenankan melewati waktu tersebut tanpa mencukur
bulu kemaluan, yaitu empat puluh hari. Sebab daerah di sekitar kemaluan adalah
salah satu daerah anggota tubuh laki-laki maupun perempuan yang paling berisiko
terkena berbagai macam kotoran karena kedekatannya dengan saluran buang air
besar dan saluran buang air kecil.
Adapun manfaatnya yaitu dapat memudahkan air masuk kesela-sela
kemaluan, yang mana sifat dari rambut tersebut adalah banyak ( lebat) hingga
air susah melewatinya.
3.
Mencabut Bulu Ketiak
Pencabutan bulu ketiak termasuk salah satu sunnah
fitrah sebagaimana penjelasan hadits Nabi SAW di atas. Hal ini dikarenakan
daerah ketiak sebagaimana halnya daerah kemaluan merupakan daerah yang banyak
mengeluarkan keringat dan memproduksi minyak. Allah pun menumbuhkan rambut di
daerah tersebut sebagaimana pada daerah kemaluan, sambil memerintahkannya agar
sering mencabutinya secara rutin agar tetap bersih, sehingga tidak menjadi
tempat tumbuh bau yang tidak sedap dan tempat berkembangnya penyakit. Mengingat
tempat ini tersembunyi manusia pun sering mangabaikannya sehingga wajar jika
Rasulullah SAW mengingatkan dan memerintahkan kita untuk mencabut, memotong,
dan mencukur.
4.
Memotong Kuku
Adapun yang dimaksud dengan memotong kuku
adalah menghilangkan kuku yang melewati ujung jari sehingga tidak ada lagi
bahaya (madharat) pada jari, dengan tujuan menjaga bentuk kuku, fungsi
dan kegunaan kuku.
Di samping itu, juga untuk mencegah persentuhan
antara hewan dan kuku yang mengandung kotoran, dan beberapa sebab penyakit yang
terkadang berpindah dari hewan kepada pemiliknya dan juga pada orang lain
karena kuku yang panjang sangat sulit dibersihkan sehingga menjadi sumber
perpindahan penyakit dan penyebaran bau yang tidak sedap bahkan, memotong kuku
juga untuk mencegah pergerakan jamur bebas yang ada pada jari dan bagian-bagian
binatang.
Dari sini, tepat kiranya jika Rasulullah SAW
berwasiat bahwa memotong kuku termasuk sunnah yang difitrahkan Allah pada
manusia, dan diperintahkan-Nya kepada para Nabi dan Rasul-Nya sambil
mengintruksikan mereka agar menyerukannya pada manusia.
5.
Mencukur Kumis
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra.dari
Rasulullah SAW, beliau bersabda : “Cukurlah kumis, lebatkanlah jenggot, dan
berbedalah dengan orang Majusi”.
Dari sini Rasulullah SAW mengintruksikan
mencukur kumis atau menipiskan kumis seminggu sekali sebagai penyempurna
kebersihan dan kesucian, juga sebagai penenang jiwa karena badan yang kotor
dapat menyebabkan kesumpekan dan kesusahan. Nabi SAW juga mengintruksikan agar
kita tidak lalai mencukur kumis hingga lewat masa empat puluh hari.
Dari
kelima perilaku (kebiasaan) ini sudah jelas kiranya bahwa Nabi SAW telah
meletakkan dasar-dasar kebersihan badan secara komplit. Beliau tidak membiarkan
satu tempat pun di badan yang dapat memancing penyakit dan tempat tumbuhnya bau
yang tidak sedap, kecuali beliau perintahkan semua untuk dibersihkan dan
disucikan.[8]
E. Hadits Tentang
Perintah Bersiwak
Rasullulah SAW bersabda :
عَنْ أَبِيْ أَمَامَةَ أَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال تَسَوَّكُوْا فَإِنَّ السِّوَاكَ
مَطْهَرَةُ لِّلْفَمِ مَرْضَاةُ لِّلرَّبِّ مَا جَاءَنِيْ جِبْرِيْلُ إِلّا
أَوْصَانِيْ بِالسِّوَاكِ حَتَّى لَقَدْ خَشِيْتُ أَنْ يُفْرَضَ عَلَيَّ وَعَلَى
أُمَّتِيْ وَلَوْلَا أَنِّيْ أَخَافُ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَفَرَضْتُهُ
لَهُمْ. (اخرجه ابن ماجه في كتاب الطهارة و سننها )
Dari abi umamah Sesungguhnya rasulullah
bersabda:"Bersiwaklah
kalian, karena sesungguhnya siwak membersihkan mulut, diridhai Tuhan. Jibril
tidak datang kepadaku kecuali berwasiat kepadaku untuk bersiwak, sehingga aku
khawatir bila diwajibkan atasku dan atas umatku. Andai saja aku tidak khawatir
memberatkan atas umatku niscaya aku fardhukan atas mereka. Sungguh aku
bersiwakan sampai aku khawatir kalau melukai mulut bagian depanku." (HR.
Ibnu Majah).
Dalam hadist lain disebutkan bahwa:
اخبرنا محمد بن احمد حدثنا سفيان عن
ابي الزناد عن الاعرج عن ابي هريرة أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتَهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ.(اخرجه الدامر في كتاب الطهارة )
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتَهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ.(اخرجه الدامر في كتاب الطهارة )
“Muhammad bin ahmad mengabarkan kepada kami,
Sufyan bercerita, dari Abi Zinad, dari Ai-A’raj, dari Abu hurairah
berkata:Rasulullah SAW bersabda: "Andaikan aku
tidak memberatkan atas umatku, sungguh aku perintahkan mereka bersiwak setiap
melakukan shalat." (HR. Ad-Damiri).[9]
Salah satu
petunjuk Nabi SAW dalam konteks ini adalah imbauan untuk menggunakan siwak
setiap kali hendak salat (minimal lima kali dalam sehari). Siwak adalah batang
semak yang biasa dikenal dengan istilah “ara”.
Pesan Nabi SAW
agar rajin menggunakann siwak terdapat pada sejumlah hadits diantaranya hadits yang dilansir oleh Imam An-Nasa’i ( Sunan
An-Nasa’i Kitab Ath-Thaharah) dan Ibnu Khuzaimah ( Shahih Ibn Khuzaimah)
dari Ibnu Abbas ra. Keduanya mengatakan :
kami mendapat khabar dari Humaid bin Mas’adah dan Muhammad bin
Abd Al-A’la, dari Yazid Ibnu Zura’i ; tuturnya : saya mendapat hadits dari
Abdurrahman bin Abu Atiq ; tuturnya: saya mendengar Aisyah mengatakan : Dari
Nabi SAW ; beliau bersabda :” siwak membuat mulut bersih dan membuat Allah
SWT rida”. Penelitian laboratorium atas batang siwak membuktikan bahwa ia
mengandung sejumlah komposisi kimia yang dapat menjaga gigi dari gangguan
kerapuan dan kebusukan, dan merawat gusi dari peradangan, misalnya asam acrid.
Juga komposisi kimia lainnya seperti minyak lada dan gula anggur yang mempunyai
aroma menyengat. Dua komposisi kimia ini memiliki kemampuan luar biasa untuk
membinasakan kman-kuman mulut.
Data-data klinis
tentang kandungan siwak ini tentu saja belum ada pada zaman diturunkannya
wahyu, maupun beberapa abad setelahnya. Sehingga imbauan Nabi SAW untuk
menggunakan siwak setiap kali hendak salat merupakan sebuah gebrakan ilmiah.
Imbauan bersiwak ini sekaligus merupakan wujud antusiasma Nabi SAW agar menjaga
kebersihan dan kesucian mulut dan gigi. Sebab, mulut adalah pintu gerbang
masuknya makanan ke dalam sistem pencernaan di dalam tubuh manusia. Ketika
seseorang mengunyah makanan, maka pasti ada sisa-sisa makanan yang tertinggal
di sela-sela gigi dan gusi. Jika tidak dibersihkan, sisa-sisa makanan ini bisa
membusuk dan menyebabkan materi dan jamur yang sering menjadi penyebab berbagai macam penyakit, di
samping menyebabkan bau mulut yang tidak
sedap dan mengganggu orang lain.
Karena itu,
Nabi SAW pun mengingatkan dan berpesan agar umatnya rajin menggunakan siwak
setiap kali hendak salat demi membersihkan mulut dan gigi dari berbagai
sisa-sisa makanan, menghilangkan bau yang tidak sedap, sekaligus menghasilkan
aroma mulut yang harum, merawat mulut dan gigi, dan melindungi seluruh anggota
tubuh dari penyakit yang diakibatkan keduanya.[10]
IV.
KESIMPULAN
A.
Pengertian
sehat menurut UU Pokok Kesehatan No.9 tahun 1990, Bab 1 pasal 2 adalah keadaan
yang meliputi kesehatan badan ( jasmani), rohani (mental), dan sosial serta
bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Tetapi dalam UU
No.23 tahun 1992 kesehatan mencakup 4 aspek yakni fisik, mental (jiwa), sosial
dan ekonomi. Menurut World Health Organization” Kesehatan
diartikan Keadaan (status) sehat secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan
bukan hanya suatu keadaan fisik yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun
1983 memformulasikan kesehatan itu dimaksudkan sebagai “ketahanan jasmaniah,
ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia.
B.
Ajaran Islam menekankan kepada umatnya betapa
penting arti kesehatan dalam hidup.
C.
Allah lebih suka terhadap mukmin yang kuat
(rohani dan jasadnya) dari pada mukmin yang lemah.
D.
Macam-macam fitrah berdasarkan hadits ada lima, yaitu :
1.
Khitan
2.
Istihdad
3.
Mencabut Bulu Ketiak
4.
Memotong Kuku
5.
Mencukur Kumis
E.
Hadits Tentang Perintah Bersiwak
Nabi SAW pun mengingatkan dan berpesan agar umatnya rajin menggunakan
siwak setiap kali hendak salat demi membersihkan mulut dan gigi dari berbagai
sisa-sisa makanan, menghilangkan bau yang tidak sedap, sekaligus menghasilkan
aroma mulut yang harum, merawat mulut dan gigi, dan melindungi seluruh anggota
tubuh dari penyakit yang diakibatkan keduanya.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami susun, semoga
bisa bermanfaat bagi pembaca. Tiada gading yang tak retak, begitu pula makalah
yang kami buat ini pastinya penuh dengan kekurangan, sehingga kami sangat mengharap kritik dan saran dari para pembaca.
Serta ucapan terimakasih tak lupa kami haturkan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Al. Hafidz,
Ahsin w. fikih kesehatan.
Jakarta: Amzah.2007
An-Najjar,
Zaghlul .Sains Dalam Hadits. Jakarta:AMZAH.2011
_______________. Pembuktian Sains dalam Sunah. Jakarta:
AMZAH.2006
Azzam, Abdul Aziz Muhammad
dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas.Fiqih Ibadah. Jakarta: AMZAH. 2010
Muslim, Imam, shahih Muslim juz 2. Beirut: Darul Khutub Al-
islamiyah. T.th.
http://wwwagussopar.blogspot.com/2011/04/makalah-hadis-urgensi-kesehatan.html.akses tanggal 1 April 2012
[1]
Ahsin w. Al. Hafidz. fikih kesehatan, (Jakarta: Amzah, 2007), cet. 1, hlm.
4
[2]http://wwwagussopar.blogspot.com/2011/04/makalah-hadis-urgensi-kesehatan.html, akses tanggal 1 April
2012
[3]
Imam Muslim, Shahih Muslim juz 2, ( Beirut: Darul Kutub Al-Islamiyah, t,th),
hlm 461
[4]
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah,
(Jakarta: AMZAH, 2010), hlm.14
[5]
Ahsin w. Al. Hafidz. fikih kesehatan,
hlm. 99
[6]
Zaghlul An-Najjar, Sains Dalam Hadits, (Jakarta:AMZAH, 2011),
hlm.178-179
[8]
Zaghlul An-Najjar, Sains Dalam Hadits, hlm.181-185
[10]
Zaghlul An-Najjar, Pembuktian Sains dalam Sunah, ( Jakarta: AMZAH,
2006), hlm. 162-165
Tidak ada komentar:
Posting Komentar