Selasa, 07 Oktober 2014

URGENSI KESEHATAN




URGENSI KESEHATAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hadits
Dosen Pengampu : H. Fakhrur Rozi, M.Ag.









Disusun oleh :
Suciani Purwaningrum             (103711026)
Lulu Hidayati                          (103711031)
Ulfatin Nadhiroh                    (103711035)
Danti Novita                            (113211047)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012


URGENSI KESEHATAN
I.              PENDAHULUAN
Nikmatnya kesehatan merupakan karunia Allah SWT yang sangat luhur dan patut kita syukuri. Keagungan nikmat itu tidak dapat mungkin diganti dengan segala macam materi duniawi, baik harta maupun benda lainnya. Sebagai karunia Allah SWT, kesehatan harus senantiasa kita jaga dengan baik dan diusahakan agar kehidupan kita disertai dengan kesehatan baik fisik ataupun materi.
Agama Islam sangat memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan pembentukan manusia yang ideal. Manusia muslim yang ideal adalah mereka yang memiliki kesehatan jasmani yang prima, demikian juga kesehatan rohaninya.
Sebagaimana begitu pentingnya kesehatan bagi kita, oleh karena itu kita perlu merawat dan menjaga tubuh kita agar tetap sehat. Dalam makalah ini kita akan memaparkan betapa pentingnya kesehatan dan hal-hal yang penting dalam menjaga kesehatan badan sesuai apa yang terdapat dalam ajaran Islam.

II.           RUMUSAN MASALAH
A.  Apa pengertian kesehatan ?
B.   Apa urgensi kesehatan ?
C.   Bagaimana hadits Abu Hurairah tentang mukmin yang kuat lebih baik daripada mukmin yang lemah ?
D.   Bagaimana hadits tentang  macam-macam fitrah manusia?
E.   Bagaimana hadits tentang perintah bersiwak?

III.        PEMBAHASAN
A.  Pengertian Kesehatan
Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No.9 tahun 1990, Bab 1 pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan ( jasmani), rohani (mental), dan sosial serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Tetapi dalam UU No.23 tahun 1992 kesehatan mencakup 4 aspek yakni fisik, mental (jiwa), sosial dan ekonomi.
Pada tahun 1947, “World Health Organization” mencoba untuk menggambarkan kesehatan secara luas tidak hanya meliputi aspek medis tetapi juga aspek mental dan sosial. Kesehatan diartikan Keadaan (status) sehat secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan fisik yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 memformulasikan kesehatan itu dimaksudkan sebagai “ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya dan memelihara serta mengembangkannya.” Dalam perspektif Islam, tuntunan kesehatan dalam ketiga aspek tersebut memang cukup banyak. Selain kesehatan fisik, kesehatan ruhaniah amat penting.[1]
B.   Urgensi kesehatan
Ajaran Islam menekankan kepada umatnya betapa penting arti kesehatan dalam hidup. Tuntutan ajaran Islam amat kaya dengan kesehatan. Dengan kesehatan akan melahirkan mobilitas dan dapat melakukan berbagai aktifitas. Dalam konteks ini, terlihat betapa urgennya memelihara kesehatan dalam Islam.

. . . .اِنَّ اللهَ يُحِبَّ التَّوَّابِيْن وَيُحِبُّ المُتَطَهِّرِيْنَ (۲۲۲)
Artinya :“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”(QS. Al-Baqarah : 222).

Dalam ayat ini terdeskripsi betapa sifat manusia yang sangat dicintai Allah adalah orang yang menjaga kebersihan. Kebersihan dalam ayat ini beriringan dengan taubat. Taubat sangat inherent dengan kesehatan mental, sedangkan kesehatan lahiriah menghasilkan kesehatan fisik. Dalam hadits yang yang amat lazim diungkapkan tentang kebersihan berbunyi : “An-nadzafatu minal iman” (kebersihan sebagian dari iman).
Secara tematis, dapat diformulasikan beberapa aspek kesehatan yang secara tegas amat penting diperhatikan oleh seorang Muslim, terutama yang berkaitan dengan kesehatan fisik. [2]
C.   Hadits tentang mukmin yang kuat lebih baik daripada mukmin yang lemah
صحيح مسلم - (ج 13 / ص 142)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالََالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ  احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Dari abi Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda:” mukmin yang kuat lebih disayang oleh Allah SWT dari mukmin yang lemah dan masing-masing ada keutamaannya; dan hati-hatilah kamu untuk kemanfaatan dirimu dan mintalah pertolongan Allah SWT dan janganlah berputs asa, dan kalau kamu mendapat cobaan janganlah berkata kalau aku berbuat tentulah begini begitu tetapi katakanlah ini hnya takdir dari Allah SWT dan berbuat apa yang dikehendaki-Nya,karena kalimat “kalau” membuka pintu bagi “syaitan”.( HR. Imam Muslim )
Kata (احرص) berarti berhati-hatilah, maksudnya kita hendakya berhati-hati dalam melakukan sesuatu atuapun beraktivitas, karena orang yang berhati-hati dalam menjaga fisik ataupun mentalnya akan memberikan manfaatbagi kesehatan pribadi.   
Kata (ولانعجز ) berarti janganlah berputus asa, maksudnya kita dianjurkan untuk menjadi orang yang kuat, akan ketahanan (kesehatan) jasmani dan rohani. Manusia yang tidak cepat putus asa yaitu manusia yang tahan akan cobaan atau penyakit yang ia derita karena untuk menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.[3]
Dari hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Allah lebih suka terhadap mukmin yang kuat (rohani dan jasadnya) dari pada mukmin yang lemah. Dan kita juga dapat melihat perbedaanya jika diantara mereka tertimpa musibah, maka mukmin yang kuat akan tetap bersyukur dan menghadapinya dengan ikhlas. Berbeda dengan mukmin yang lemah, mereka akan berkeluh kesah dan berandai-andai. Disinilah perangkap setan dilancarkan untuk mendorong mukmin yang lemah untuk mengkufuri nikmat Allah SWT.


D.   Hadits tentang  macam-macam fitrah manusia
Fitrah menurut arti bahasa berarti tradisi lama (as-sunnah al qadimah) dan pembawaan sejak lahir (al khilqah al-mutada’ah). Kata fitrah yang diartikan demikian dapat dilihat dalam firman Allah SWT “ pencipta langit dan bumi.
Sunnah-sunnah fitrah adalah aturan-aturan yang telah Allah SWT pilihkan oleh para nabi-Nya, kemudian Dia perintahkan kita untuk mengikutinya dan menjadikannya sebagai syi’ar yang banyak terjadi sehingga dapat menjadi tanda pengenal pengikut mereka yang memebedakan mereka dengan yang lain. 
Sunnah fitrah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sejumlah hadits, diantaranya :[4]
صحيح البخاري - (ج 18 / ص 248)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ
 Dari Abu Hurairah ra, saya mendengar Nabi SAW. Bersabda: "Fitrah itu ada lima, khitan, memotong rambut di bawah perut, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak".
Macam-macam fitrah  berdasarkan hadits diatas ada lima, yaitu :
1.   Khitan
Menurut bahasa, khitan berasal dari kata khatana, yang berarti “ khitan bagi laki-laki, sedang bagi perempuan adalah khifadh.[5] Khitan adalah memotong kelebihan yang ada pada organ seks, seperti kulit yang menutupi pucuk kemaluan laki-laki, atau kelebihan yang muncul dari kelentit perempuan, sehingga kedua alat kelamin tersebut bisa bersih dari bekas air seni
Rasulullah SAW dalam hadits ini telah mewasiati ( mewajibkan) kita melakukan khitan, dan juga dalam hadits yang lain seperti sabda Nabi SAW: khitan adalah kesunnahan bagi laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan.( Imam Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kubra,7112,7113 dan Fath Al-Bariy10/1353).
Dengan demikian, khitan adalah tradisi kaum muslimin yang dianggap wajib oleh mayoritas ulama. Ulama Syafi’iyah mengsunnahkan pelaksanaanya pada hari ketujuh kelahiran bayi. Menurut mazhab Hanafi, khitan bagi laki-laki hukumnya adalah sunnah. Para pengikut Imam Malik juga memandang bahwa khitan untuk laki-laki hukumnya adalah sunnah.[6]
Ada tiga faktor yang menentukan kepentingan khitan dalam Islam. Yakni untuk membedakan orang islam dengan orang Kristen dan orang kafir lain. Selanjutnya khitan adalah untuk kebersihan, karena kulup atau kelentit dipotong. Ketiga, dari segi kelamin khitan membantu manusia untuk mengendalikan nafsu. Sesungguhnya menurut pendapat orang banyak bahwa khitan itu adalah upacara yang perlu. Terutama bagi orang yang menganut Islam yang tadinya belum. Jadi akan menjadi tanda dan bukti masuk Islam(diislamkan). Dari segi kebersihan karena kulup dan kelentit dipotong tercegah terkumpulnya kotoran. Karena terbuka maka mudahlah tercapai kebersihan yang jadi syarat ibadah. Sabda Nabi dalam salah satu hadisnya mengatakan “Ibadah hanya boleh dikerjakan dalam keadaan suci”.[7]
2.   Istihdad
Istihdad adalah mencukur bulu kemaluan. Nabi SAW telah memerintahkan kita mencukur bulu kemaluan dan menganggapnya sebagai perilaku yang baik. Nabi SAW juga telah memberikan batasan waktu maksimal (paling lama) bagi pencukuran bulu rambut, dimana seseorang tidak diperkenankan melewati waktu tersebut tanpa mencukur bulu kemaluan, yaitu empat puluh hari. Sebab daerah di sekitar kemaluan adalah salah satu daerah anggota tubuh laki-laki maupun perempuan yang paling berisiko terkena berbagai macam kotoran karena kedekatannya dengan saluran buang air besar dan saluran buang air kecil.
 Adapun manfaatnya yaitu  dapat memudahkan air masuk kesela-sela kemaluan, yang mana sifat dari rambut tersebut adalah banyak ( lebat) hingga air susah  melewatinya.
3.   Mencabut Bulu Ketiak
Pencabutan bulu ketiak termasuk salah satu sunnah fitrah sebagaimana penjelasan hadits Nabi SAW di atas. Hal ini dikarenakan daerah ketiak sebagaimana halnya daerah kemaluan merupakan daerah yang banyak mengeluarkan keringat dan memproduksi minyak. Allah pun menumbuhkan rambut di daerah tersebut sebagaimana pada daerah kemaluan, sambil memerintahkannya agar sering mencabutinya secara rutin agar tetap bersih, sehingga tidak menjadi tempat tumbuh bau yang tidak sedap dan tempat berkembangnya penyakit. Mengingat tempat ini tersembunyi manusia pun sering mangabaikannya sehingga wajar jika Rasulullah SAW mengingatkan dan memerintahkan kita untuk mencabut, memotong, dan mencukur.
4.   Memotong Kuku
Adapun yang dimaksud dengan memotong kuku adalah menghilangkan kuku yang melewati ujung jari sehingga tidak ada lagi bahaya (madharat) pada jari, dengan tujuan menjaga bentuk kuku, fungsi dan kegunaan kuku.
Di samping itu, juga untuk mencegah persentuhan antara hewan dan kuku yang mengandung kotoran, dan beberapa sebab penyakit yang terkadang berpindah dari hewan kepada pemiliknya dan juga pada orang lain karena kuku yang panjang sangat sulit dibersihkan sehingga menjadi sumber perpindahan penyakit dan penyebaran bau yang tidak sedap bahkan, memotong kuku juga untuk mencegah pergerakan jamur bebas yang ada pada jari dan bagian-bagian binatang.
Dari sini, tepat kiranya jika Rasulullah SAW berwasiat bahwa memotong kuku termasuk sunnah yang difitrahkan Allah pada manusia, dan diperintahkan-Nya kepada para Nabi dan Rasul-Nya sambil mengintruksikan mereka agar menyerukannya pada manusia.
5.   Mencukur Kumis
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra.dari Rasulullah SAW, beliau bersabda : “Cukurlah kumis, lebatkanlah jenggot, dan berbedalah dengan orang Majusi”.
Dari sini Rasulullah SAW mengintruksikan mencukur kumis atau menipiskan kumis seminggu sekali sebagai penyempurna kebersihan dan kesucian, juga sebagai penenang jiwa karena badan yang kotor dapat menyebabkan kesumpekan dan kesusahan. Nabi SAW juga mengintruksikan agar kita tidak lalai mencukur kumis hingga lewat masa empat puluh hari.
Dari kelima perilaku (kebiasaan) ini sudah jelas kiranya bahwa Nabi SAW telah meletakkan dasar-dasar kebersihan badan secara komplit. Beliau tidak membiarkan satu tempat pun di badan yang dapat memancing penyakit dan tempat tumbuhnya bau yang tidak sedap, kecuali beliau perintahkan semua untuk dibersihkan dan disucikan.[8]
E.   Hadits Tentang Perintah Bersiwak
Rasullulah SAW bersabda :
عَنْ أَبِيْ أَمَامَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال تَسَوَّكُوْا فَإِنَّ السِّوَاكَ مَطْهَرَةُ لِّلْفَمِ مَرْضَاةُ لِّلرَّبِّ مَا جَاءَنِيْ جِبْرِيْلُ إِلّا أَوْصَانِيْ بِالسِّوَاكِ حَتَّى لَقَدْ خَشِيْتُ أَنْ يُفْرَضَ عَلَيَّ وَعَلَى أُمَّتِيْ وَلَوْلَا أَنِّيْ أَخَافُ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَفَرَضْتُهُ لَهُمْ. (اخرجه ابن ماجه في كتاب الطهارة و سننها )
 Dari abi umamah Sesungguhnya rasulullah bersabda:"Bersiwaklah kalian, karena sesungguhnya siwak membersihkan mulut, diridhai Tuhan. Jibril tidak datang kepadaku kecuali berwasiat kepadaku untuk bersiwak, sehingga aku khawatir bila diwajibkan atasku dan atas umatku. Andai saja aku tidak khawatir memberatkan atas umatku niscaya aku fardhukan atas mereka. Sungguh aku bersiwakan sampai aku khawatir kalau melukai mulut bagian depanku." (HR. Ibnu Majah).
Dalam hadist lain disebutkan bahwa:
اخبرنا محمد بن احمد حدثنا سفيان عن ابي الزناد عن الاعرج عن ابي هريرة  أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ:
 قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتَهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ.(اخرجه الدامر في كتاب الطهارة )
Muhammad bin ahmad mengabarkan kepada kami, Sufyan bercerita, dari Abi Zinad, dari Ai-A’raj, dari Abu hurairah berkata:Rasulullah SAW bersabda: "Andaikan aku tidak memberatkan atas umatku, sungguh aku perintahkan mereka bersiwak setiap melakukan shalat." (HR. Ad-Damiri).[9]

Salah satu petunjuk Nabi SAW dalam konteks ini adalah imbauan untuk menggunakan siwak setiap kali hendak salat (minimal lima kali dalam sehari). Siwak adalah batang semak yang biasa dikenal dengan istilah “ara”.
Pesan Nabi SAW agar rajin menggunakann siwak terdapat pada sejumlah hadits diantaranya  hadits yang dilansir oleh Imam An-Nasa’i ( Sunan An-Nasa’i Kitab Ath-Thaharah) dan Ibnu Khuzaimah ( Shahih Ibn Khuzaimah) dari Ibnu Abbas ra. Keduanya mengatakan :  kami mendapat khabar dari Humaid bin Mas’adah dan Muhammad bin Abd Al-A’la, dari Yazid Ibnu Zura’i ; tuturnya : saya mendapat hadits dari Abdurrahman bin Abu Atiq ; tuturnya: saya mendengar Aisyah mengatakan : Dari Nabi SAW ; beliau bersabda :” siwak membuat mulut bersih dan membuat Allah SWT rida”. Penelitian laboratorium atas batang siwak membuktikan bahwa ia mengandung sejumlah komposisi kimia yang dapat menjaga gigi dari gangguan kerapuan dan kebusukan, dan merawat gusi dari peradangan, misalnya asam acrid. Juga komposisi kimia lainnya seperti minyak lada dan gula anggur yang mempunyai aroma menyengat. Dua komposisi kimia ini memiliki kemampuan luar biasa untuk membinasakan kman-kuman mulut.
Data-data klinis tentang kandungan siwak ini tentu saja belum ada pada zaman diturunkannya wahyu, maupun beberapa abad setelahnya. Sehingga imbauan Nabi SAW untuk menggunakan siwak setiap kali hendak salat merupakan sebuah gebrakan ilmiah. Imbauan bersiwak ini sekaligus merupakan wujud antusiasma Nabi SAW agar menjaga kebersihan dan kesucian mulut dan gigi. Sebab, mulut adalah pintu gerbang masuknya makanan ke dalam sistem pencernaan di dalam tubuh manusia. Ketika seseorang mengunyah makanan, maka pasti ada sisa-sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi dan gusi. Jika tidak dibersihkan, sisa-sisa makanan ini bisa membusuk dan menyebabkan materi dan jamur yang sering  menjadi penyebab berbagai macam penyakit, di samping menyebabkan  bau mulut yang tidak sedap dan mengganggu orang lain.
Karena itu, Nabi SAW pun mengingatkan dan berpesan agar umatnya rajin menggunakan siwak setiap kali hendak salat demi membersihkan mulut dan gigi dari berbagai sisa-sisa makanan, menghilangkan bau yang tidak sedap, sekaligus menghasilkan aroma mulut yang harum, merawat mulut dan gigi, dan melindungi seluruh anggota tubuh dari penyakit yang diakibatkan keduanya.[10]

IV.        KESIMPULAN
A.           Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No.9 tahun 1990, Bab 1 pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan ( jasmani), rohani (mental), dan sosial serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Tetapi dalam UU No.23 tahun 1992 kesehatan mencakup 4 aspek yakni fisik, mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Menurut World Health Organization” Kesehatan diartikan Keadaan (status) sehat secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan fisik yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 memformulasikan kesehatan itu dimaksudkan sebagai “ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia.
B.           Ajaran Islam menekankan kepada umatnya betapa penting arti kesehatan dalam hidup.
C.           Allah lebih suka terhadap mukmin yang kuat (rohani dan jasadnya) dari pada mukmin yang lemah.
D.           Macam-macam fitrah  berdasarkan hadits ada lima, yaitu :
1.    Khitan
2.    Istihdad
3.    Mencabut Bulu Ketiak
4.    Memotong Kuku
5.    Mencukur Kumis
E.            Hadits Tentang Perintah Bersiwak
Nabi SAW pun mengingatkan dan berpesan agar umatnya rajin menggunakan siwak setiap kali hendak salat demi membersihkan mulut dan gigi dari berbagai sisa-sisa makanan, menghilangkan bau yang tidak sedap, sekaligus menghasilkan aroma mulut yang harum, merawat mulut dan gigi, dan melindungi seluruh anggota tubuh dari penyakit yang diakibatkan keduanya.
V.         PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami susun, semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Tiada gading yang tak retak, begitu pula makalah yang kami buat ini pastinya penuh dengan kekurangan, sehingga kami sangat mengharap kritik dan saran dari para pembaca. Serta ucapan terimakasih tak lupa kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
































DAFTAR PUSTAKA
Al. Hafidz, Ahsin w.  fikih kesehatan. Jakarta: Amzah.2007
An-Najjar, Zaghlul .Sains Dalam Hadits. Jakarta:AMZAH.2011
_______________.  Pembuktian Sains dalam Sunah. Jakarta: AMZAH.2006
 Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas.Fiqih Ibadah. Jakarta: AMZAH. 2010
Muslim, Imam, shahih Muslim juz 2. Beirut: Darul Khutub Al- islamiyah. T.th.



























[1] Ahsin w. Al. Hafidz. fikih kesehatan, (Jakarta: Amzah, 2007), cet. 1, hlm. 4
[3] Imam Muslim, Shahih Muslim juz 2, ( Beirut: Darul Kutub Al-Islamiyah, t,th), hlm 461
[4] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm.14
[5] Ahsin w. Al. Hafidz. fikih kesehatan,  hlm. 99
[6] Zaghlul An-Najjar, Sains Dalam Hadits, (Jakarta:AMZAH, 2011), hlm.178-179
[8] Zaghlul An-Najjar, Sains Dalam Hadits, hlm.181-185
[10] Zaghlul An-Najjar, Pembuktian Sains dalam Sunah, ( Jakarta: AMZAH, 2006), hlm. 162-165

Tidak ada komentar:

Posting Komentar