Selasa, 07 Oktober 2014

TEORI-TEORI BELAJAR



TEORI-TEORI BELAJAR
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Ani Hidayati Dra, M. Pd
 









Disusun oleh :   
Ahmad Mirza                 (113211075)
Atik Rohmiyatun           (113122089)
Danti Novita                  (113211047)
Erycka Septiriona           (113211049)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012

TEORI-TEORI BELAJAR


       I.                        PENDAHULUAN

    II.                        RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian belajar?
2.       Teori-teori apa sajakah yang akan dilalui saat belajar?
 III.                        PEMBAHASAN
1.      Pengertian belajar
a)  Menurut  Hilgard dan Bowe, dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan. “belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).
b) Menurut Good dan Brophy dalam bukunya Educational Psycology: Ia mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang benar-benar bersifat internal yakni tidak dapat di lihat. [1]
c)  Menurut Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology “ the teaching learning process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlaku secara progresif.[2]

2.      Teori-teori belajar
Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, muncullah secara beruntun teori-teori tentang belajar, yaitu:

a.       Teori behavioristik
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, teori ini lalu berkembang menjadi psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.[3]
Teori ini mempunyai kelebihan dan kekurangan diantaranya
Kelebihan:
1.      Sangat cocok untuk memperoleh yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan.[4]
Kekurangan:
1.      Proses belajar itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar.
2.      Proses belajar itu dipandang seperti otomatis-mekanis, sehingga berkesan seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-regulation(kemampuan mengatur diri sendiri) dan self control(pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak, merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah, atau berlawanan dengan kata hati.[5]
Teori ini mulai berkembang sejak lahirnya teori-teori belajar yang dipelopori  oleh thorndike, pavlov, waston, dan Guthrie.
a)      Thorndike
Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat didominasi oleh pengaru dari Thorndike (1874-1949). Teori belajar Thorndike disebut” Connectionsm” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon, teori ini sering disebut dengan” Trial –and- error learning”, individu yang melakukan kegiatan belajar melalui proses Trial and error dalam ranka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error yaitu:
1.      Ada motivasi pendorong aktivitas
2.      Ada berbagai respon terhadap situasi
3.      Ada eliminasi respon-respon yang gagal
4.      Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan
Dari penelitiannya itu, Thorndike menemukan hukum-hukum:
1.         “law of readiness” jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan
2.         “law of exercise” makin banyak dipraktekkan atau digunakan nya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai reward
3.         “law of effect” bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon, dan dibarengi dengan” state of affairs”, yang memuaskan maka hubungan itu akan menjadi lebih kuat dan demikian sebaliknya. [6]
b)      Pavlov
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh ivan pavlov (1849-1936), seorang ilmuwan besar rusia yang berhasil meraih hadiah nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan setimulus sebelum terjadinya reflek tersebut.
Dalam eksperimennya pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan antara conditionet stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR) dan unconditioned response (UCR).
CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan respon yang dipelajari itu namany CR. Adapun UCS adalah rangsang yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.

c)      Waston
John B. Wathson (1878-1958) adalah orang pertama diamerika serikat yang mengembangkan teori belajar, apa saja dapat dilakukan untuk mengubah tingkah laku seseorang, bila orang itu sejak lahirdihadapkan pada situasi-situasi belajar yang terpilih dan diawasi, dalam percobaannya watson menggunakan seorang anak berumur 11 bulan yang senang pada tikus putih. Waktu anak itu sedang membelai-belai tikus itu, dibunyikanlah suara keras. Percobaan itu dilakukan beberapa kali, akhirnya anak itu takut jika ia melihat tikus tadi. Dengan jalan reconditioning anak yang takut pada tikus itu kembali menyukainya.

d)     Guthrie
E.R. Guthrie (1886-1956) memperluas penemuan watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut” the low of asociation” Yang berbunyi suatu kombinasi stimuli yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimuli itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal yang serupa lagi.
Menurut Guthrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respon. Guthrie berpendapat bahwa, hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya tergantung pada apakah hukuman itu menyebabkan murid belajar ataukah tidak.
b.      Teori kognitif
Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar. Sains kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas: psikologi kognitif, ilmu-ilmu komputer, linguistik, intelegensi buatan, matematika, epistemologi, dan neuropsychology( psikologi saraf).
Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral(yang bersifat jasmaniyah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa.[7]
Teori ini  juga mempunyai kelebihan dan kekurangan
Kelebihan:
1.      Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
2.      Dapat meningkatkan motivasi
Kekuranagn:
            Karena guru  bukan sumber belajar utama dan bukan kepatuan siswa yang dituntut dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru maka dalam hal ini kewibawaan guru akan berkurang yang berdampak pada penghormatan seorang siswa kepada seorang guru.[8]
c.       Teori humanistis
Awal timbulnya psikologi Humanistik pada akhir tahun 1940an muncullah suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang bekerja dalam perkembangan ini. Psikologi ini berusaha untuk memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku, bukan dari pengamat. Aliran humanistik muncul pada tahun 1960-1970an.[9]
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistis penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siwa mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individuuntuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka. [10]


 IV.                        PENUTUP







    V.                        DAFTAR PUSTAKA       
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Munandar, Utami, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Soemanto,  Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1984.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
http// ArjunaBelajar. Wordpress.com/ 2011/04/30/Teori-Kognitif/q. 13/10/2012
http://dexzrecc.wordpress.com/2009/01/04/kekurangan-dan-kelebihan-teori-behavioristik. 13/10/2012
http:// wikipedia.org/wiki/teori_belajar_behavioristik. 13/10/2012
                                                                   


[1] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm: 84.
[2] Utami Munandar, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm:60.
[3] http:// wikipedia.org/wiki/teori_belajar_behavioristik. 13/10/2012
[4] http://dexzrecc.wordpress.com/ 2009/01/04/kekurangan-dan-kelebihan-teori-behavioristik. 13/10/2012
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 90
[6] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 30-31
[7] Utami Munandar,hlm, 92-93           
[8] http// ArjunaBelajar. Wordpress.com/ 2011/04/30/Teori-Kognitif/q. 13/10/2012
[9] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1984), hlm. 129
[10] M dalyono, hlm, 43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar