TEORI-TEORI
BELAJAR
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Psikologi
Pendidikan
Dosen Pengampu : Ani Hidayati
Dra, M. Pd
Disusun oleh :
Ahmad Mirza (113211075)
Atik Rohmiyatun (113122089)
Danti Novita (113211047)
Erycka
Septiriona (113211049)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
TEORI-TEORI BELAJAR
I.
PENDAHULUAN
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian belajar?
2.
Teori-teori apa sajakah yang
akan dilalui saat belajar?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian belajar
a)
Menurut Hilgard dan Bowe,
dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan.
“belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam
situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau
dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang
(misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).
b)
Menurut Good dan Brophy dalam bukunya Educational Psycology: Ia
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang benar-benar bersifat
internal yakni tidak dapat di lihat. [1]
c)
Menurut Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam
bukunya Educational Psychology “ the teaching learning process, berpendapat
bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang
berlaku secara progresif.[2]
2.
Teori-teori belajar
Dengan
berkembangnya psikologi dalam pendidikan, muncullah secara beruntun teori-teori
tentang belajar, yaitu:
a.
Teori behavioristik
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan
oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman, teori ini lalu berkembang menjadi psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.[3]
Teori ini mempunyai kelebihan dan kekurangan diantaranya
Kelebihan:
1.
Sangat cocok untuk memperoleh yang membutuhkan praktek
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas,
kelenturan, refleks, dan daya tahan.[4]
Kekurangan:
1.
Proses belajar itu dapat diamati secara langsung, padahal
belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar.
2.
Proses belajar itu dipandang seperti otomatis-mekanis,
sehingga berkesan seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa
memiliki self-regulation(kemampuan mengatur diri sendiri) dan self
control(pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa
menolak, merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah, atau
berlawanan dengan kata hati.[5]
Teori ini mulai
berkembang sejak lahirnya teori-teori belajar yang dipelopori oleh thorndike, pavlov, waston, dan Guthrie.
a)
Thorndike
Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat didominasi oleh
pengaru dari Thorndike (1874-1949). Teori belajar Thorndike disebut”
Connectionsm” karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon, teori ini sering
disebut dengan” Trial –and- error learning”,
individu yang melakukan kegiatan belajar melalui proses Trial and error dalam
ranka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error yaitu:
1.
Ada motivasi
pendorong aktivitas
2.
Ada berbagai
respon terhadap situasi
3.
Ada eliminasi
respon-respon yang gagal
4.
Ada kemajuan
reaksi-reaksi mencapai tujuan
Dari penelitiannya itu, Thorndike menemukan hukum-hukum:
1.
“law of readiness” jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau
bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan
2.
“law of exercise” makin banyak dipraktekkan atau digunakan nya hubungan stimulus respon,
makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai reward
3.
“law of effect” bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon, dan dibarengi
dengan” state of affairs”, yang memuaskan maka hubungan itu akan menjadi lebih
kuat dan demikian sebaliknya. [6]
b)
Pavlov
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan
hasil eksperimen yang dilakukan oleh ivan pavlov (1849-1936), seorang ilmuwan
besar rusia yang berhasil meraih hadiah nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya
classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan
cara mendatangkan setimulus sebelum terjadinya reflek tersebut.
Dalam eksperimennya pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan
antara conditionet stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned
response (CR) dan unconditioned response (UCR).
CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari,
sedangkan respon yang dipelajari itu namany CR. Adapun UCS adalah rangsang yang
menimbulkan respon yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu
disebut UCR.
c)
Waston
John B. Wathson (1878-1958) adalah orang pertama diamerika serikat yang
mengembangkan teori belajar, apa saja dapat dilakukan untuk mengubah tingkah
laku seseorang, bila orang itu sejak lahirdihadapkan pada situasi-situasi
belajar yang terpilih dan diawasi, dalam percobaannya watson menggunakan
seorang anak berumur 11 bulan yang senang pada tikus putih. Waktu anak itu
sedang membelai-belai tikus itu, dibunyikanlah suara keras. Percobaan itu
dilakukan beberapa kali, akhirnya anak itu takut jika ia melihat tikus tadi. Dengan
jalan reconditioning anak yang takut pada tikus itu kembali menyukainya.
d)
Guthrie
E.R. Guthrie (1886-1956)
memperluas penemuan watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar
yang disebut” the low of asociation” Yang berbunyi suatu kombinasi stimuli yang
telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila
kombinasi stimuli itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan
sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan
mengerjakan hal yang serupa lagi.
Menurut Guthrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus
dan respon. Guthrie berpendapat bahwa, hukuman itu tidak baik dan tidak pula
buruk. Efektif tidaknya tergantung pada apakah hukuman itu menyebabkan murid
belajar ataukah tidak.
b.
Teori kognitif
Teori psikologi
kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi
kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar. Sains
kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas: psikologi kognitif,
ilmu-ilmu komputer, linguistik, intelegensi buatan, matematika, epistemologi,
dan neuropsychology( psikologi saraf).
Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar
pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral(yang bersifat
jasmaniyah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam
hampir setiap peristiwa belajar siswa.[7]
Teori ini
juga mempunyai kelebihan dan kekurangan
Kelebihan:
1. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
memecahkan masalah (problem solving)
2. Dapat meningkatkan motivasi
Kekuranagn:
Karena
guru bukan sumber belajar utama dan
bukan kepatuan siswa yang dituntut dalam refleksi atas apa yang telah
diperintahkan dan dilakukan oleh guru maka dalam hal ini kewibawaan guru akan
berkurang yang berdampak pada penghormatan seorang siswa kepada seorang guru.[8]
c.
Teori humanistis
Awal
timbulnya psikologi Humanistik pada akhir tahun 1940an muncullah suatu
perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan
psikologilah yang bekerja dalam perkembangan ini. Psikologi ini berusaha untuk
memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku, bukan dari pengamat. Aliran
humanistik muncul pada tahun 1960-1970an.[9]
Perhatian psikologi humanistik yang terutama
tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing
oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman
mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistis penyusunan dan
penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si
siwa mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individuuntuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada pada diri mereka. [10]
IV.
PENUTUP
V.
DAFTAR PUSTAKA
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan,
jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Munandar, Utami, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992.
Soemanto, Wasty, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1984.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
http// ArjunaBelajar. Wordpress.com/
2011/04/30/Teori-Kognitif/q. 13/10/2012
http://dexzrecc.wordpress.com/2009/01/04/kekurangan-dan-kelebihan-teori-behavioristik.
13/10/2012
http:// wikipedia.org/wiki/teori_belajar_behavioristik.
13/10/2012
[4] http://dexzrecc.wordpress.com/
2009/01/04/kekurangan-dan-kelebihan-teori-behavioristik. 13/10/2012
[9] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1984), hlm. 129